
Hukum Mati - Dalam kitab undang undang aturan pidana {KUHP} Indonesia di buku 1 pasal 10 sebut jenis- jenis pidana yang berlaku di Indonesia, di pasal itu pidana mati termasuk kedalam pidana pokok dan itu berarti pidana mati sah dilakukan di Indonesia. Namun dalam perkembangan remaja ini pidana mati sudah menjadi polemik bagi masyarakat bahkan dikalangan andal aturan sendiri.
Terdapat dua pihak yang muncul dalam penerapan pidana mati di Indonesia. Yang pertama yaitu pihak yang kontra diterapkannya pidana mati dalam aturan di Indonesia, dengan aneka macam alasan mereka, yang kebanyakan dikaitkan dengan pelanggaran hak asasi insan (HAM) yaitu hak untuk hidup. melaluiataubersamaini dasar Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28A yang menyatakan “setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan perjanjian-perjanjian luar negeri, menyerupai International Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) yang mengatur hak untuk hidup (right to life), yang menyatakan dalam pasal 6 ayat 1 “setiap insan berhak atas hak untuk hidup dan menerima hak derma aturan dan tiada yang sanggup mencabut hak itu”.
Pihak yang kedua yaitu mereka yang mendukung terhadap pidana mati sebagaimana aturan positif di Indonesia sendiri. Masih banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih menerapkan pidana mati di dalam ketentuan-ketentuannya. Hal ini di pertegas dengan pernyataan dalam klarifikasi pasal 9 (1) UU No. 39 tahun 1999 wacana Hak Asasi Manusia yang pada pada dasarnya membatasi hak untuk hidup dalam dua hal, yaitu tindakan pengguguran demi kepentingan hidup ibunya dan berdasarkan putusan pengadilan dalam masalah pidana mati.
Meskipun aneka macam perjuangan sudah dilakukan untuk menghapus ketentuan pidana mati di Indonesia, namun sampai ketika ini ketentuan pidana mati masih tetap dipertahankan dalam perundang-undangan pidana. Puncaknya ketika Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mendapatkan somasi untuk menghapus aturan pidana mati, tetapi MK menolak undangan untuk menghapus ketentuan hukuman mati dari aturan pidana Indonesia, di antaranya ketentuan pidana mati dalam Undang-undang wacana narkotika.
Sebagai ummat Islam, kita perlu melihat bagaimana Allah SWT mengatur insan melalui Al-Qur’an SWT maupun hadits Rasulullah SAW, tentunya bersifat tegas dan adil untuk tiruana pihak. Hal itu menjadi masuk akal lantaran aturan Islam bersumber kepada Al-Qur’an sedangkan Al-Qur’an sebagai firman Allah SWT sebagaimana Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 147 “Kebenaran itu yaitu dari Tuhanmu, lantaran itu tidakboleh sekali-kali engkau termasuk orang-orang yang ragu”. Selain itu Al-Qur’an memposisikan dirinya sebagai hakim yaitu pemutus kasus atas tiruana permasalahan yang ada di mukabumi ini dan menuntaskan setiap perselisihan di antara manusia, sebagaimna dalam Qur’an Surat 36 (Yaasiin) ayat 2 “Demi Al-Qur’an sebagai Hakim”.
Vonis yang dikeluarkan oleh Mahkamah Islam melalui hakim didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an, Hadist dan aturan Islam yang sesuai dengan kedua sumber aturan yang utama tersebut. Maka vonis itu pada hakekatnya dari hadirat Allah SWT, yang prosesnya melalui hakim dengan seizin Allah, sebagaimana dalam Qur’an Surat 4 ayat 64 “Dan Kami tidak mengutus rosul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah, Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiyaya dirinya sendiri hadir kepadamu, kemudian memohon ampun kepada Allah dan Rosulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha peserta Taubat dan Maha Penyayang”.
Ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, jabatan eksekutif, legislatif dan yudikatif masih dipegang oleh beliau, maka kalau ada umat Islam yang melanggaran aturan Allah mereka hadir kepada dia selaku pemegang kekuasaan yudikatif. Sesudah mereka berada dihadapan beliau, maka proses peradilanpun berjalan untuk memilih hukuman sesuai Al-Qur’an dan putusan itu menjadi keputusan bagi aturan Islam. Sesudah zaman Nabi Muhammad SAW maka diangkatlah hakim untuk menetapkan kasus umat yang dilaksanakan di Mahkamah Islam dan putusannya harus diterima sebagai putusan yang hadirnya dari Allah SWT, sebagaimana dalam Qur’an Surat 4 ayat 65 “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak diberiman sampai mereka mengakibatkan engkau hakim dalam kasus yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau diberikan dan mereka mendapatkan dengan sepenuhnya”.
Orang yang mendapatkan dan melaksanakan putusan hakim berupa hukuman tubuh atau putusan lainnya menyerupai denda bahkan hukuman mati maka dimata Allah yaitu mulia lantaran si terhukum sebagai pelaksana aturan Islam yang bersumber pada Al-Qur’an. Makara tidak ada kehinaan dan kerendahan martabat atas si terhukum walaupun perbuatannya sangat memalukan dan kejam sekalipun. Oleh lantaran itu insan pun dihentikan menghina atau merendahkan si terhukum.
Sanksi Hukum dalam Islam
Salah satu dasar penyelesaian perselisihan diantara insan dalam Islam yaitu Qishos yaitu hukuman yang setimpal dari perbutan insan atas insan yang lain. Sebagai teladan kalau seseorang memukul maka hukumannya dipukul, bila seseorang merusak mata orang lain maka hukumannya mata si pelaku tersebut dirusak, bila seseorang membunuh maka dieksekusi bunuh demikian seterusnya. Sepintas memang kejam namun dibalik itu ada palajaran berharga bagi manusia, yaitu mendidik insan semoga perbuatannya tidak semena-mena atas insan yang lain. Manusia akan berpikir berulang kali untuk berbuat kejahatan atas insan lain lantaran hukuman yang didapat sesuai dengan perbuatannya. Kalau tidak mau dipukul tidakboleh memukul, kalau tidak mau matanya dirusak maka tidakboleh merusak mata orang lain, kalau tidak mau di aturan bunuh maka tidakboleh coba-coba membunuh. Makara untuk aturan qishos ini bersifat preventif sehingga kejahatan sanggup dicegah sebelum terjadi mengingat hukumannya setimpal. Kalau tidak adil yakni dengan mengabaikan hukuman dalam Islam, yang terjadi yaitu aturan jalanan (street justice). Maka, marak dilakukan masyarakat ketika ini, menyerupai masalah pembunuhan diselesaikan sendiri, amuk massa, bakar hidup-hidup dll. lantaran kalau diserahkan kepada yang berwenang, hukumannya enteng dan tidak adil.
Kebanyakan orang sering menyampaikan kejam terhadap hukuman Islam sebagaimana qishas. Karena mereka menggunakan sudut pandang HAM-Barat yang melihat dari sisi pelaku, bukan sudut pandang Islam yang memandang dari sisi korban. Padahal Allah berfirman dalam al-Qur’an
[٢:١٧٩]وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, semoga engkau bertakwa.” (QS:Al-Baqarah 179)
Dalam kitab Tafsir al-Lubab Fi’ulumil Kitab, Jilid 3 hal 228 (Marji’ul Akbar) dijelaskan :
“Sesungguhnya dalam syari’at qishas terdapat jaminan kehidupan. Pertama, kehidupan bagi orang yang ingin membunuh, apabila dia mengetahui akan dibunuh kalau melaksanakan pembunuhan. Kedua, kehidupan bagi korban.Ketiga, lantaran orang yang ingin membunuhnya takut diqishas sehingga dia tidak berani untuk melaksanakan pembunuhan. Ketiga, kehidupan bagi selain kedua di atas: adanya jaminan kehidupan bagi orang yang berkeinginan untuk membunuh dan ingin dibunuh. Keempat, dengan hidupnya orang ingin membunuh dan dibunuh nomor 3 di atas, maka terdapat jaminan kehidupan terhadap orang yang ta’asshub kepada keduanya. Karena hadirnya fitnah yang besar disebabkan adanya pembunuhan.”
Sebelum putusan hakim dieksekusi maka korban atau keluarga korban memiliki hak untuk mencabut atau membatalkan putusan hakim, lantaran korban atau keluarga korban memaafkan tindakan si terhukum dan biasanya si terhukum diganjar dengan denda atau abolisi itu menjadi penebus dosa bagi si korban, sebagaimana dalam Al Qur’an surat Al-Maidah ayat 45 “Dan kami menetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) tolong-menolong jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung pendengaran dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-lukapun ada qishosnya. Barang siapa yang melepaskan (hak qishos) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. …”. Sanksi di dunia, selain sebagai zawajir (pencegah dari kejahatan) juga sebagai penebus dosa di alam abadi (jawabanir). Sebagai zawajir, maka sanggup mencegah orang yang berniat melaksanakan kejahatan. Sedangkan jawabanir maksudnya, kalau seorang pelaku kejahatan mendapatkan hukuman di dunia, maka Allah akan menghapus dosanya dan meniadakan baginya hukuman di akhirat, bagi orang yang Dia kehendaki.
Untuk masalah dengan putusan hukuman mati baik dirajam, digantung maupun dipancung, terhukum sudah menyadari betul bahwa dia memang bersalah lantaran sebelum diadili oleh hakim, si terhukumlah yang hadir untuk menerima hukuman sesuai dengan aturan Islam. Oleh lantaran itu sungguh terhormat di mata insan dengan langkah yang diambil si terhukum, yaitu mengakui kesalahannya untuk menjalani proses hukum. Langkah ini seharusnya menjadi teladan bagi siapa saja yang memiliki kesalahan atau melanggar aturan untuk diadili sesuai aturan Islam. Sedangkan bagi Allah, status si terhukum yaitu mulia, lantaran proses kematiannya ketika melaksanakan aturan Islam maka hasilnya yaitu surga.
Tetapi harus kita pahami bersama bahwa syariat Islam spesialuntuk sanggup diterapkan dengan sistem Islam bukan dengan sistem jahiliyah lantaran justru akan banyak kontraproduktif. Arab Saudi, sebagai contoh, sudah semenjak usang menerapkan aturan positif Islam, termasuk dalam aspek pidana, maka tentu masih terdapat sistem negara dan aneka macam kebijakan luar negerinya yang tidak sesuai dengan syariat islam.
Menjalankan aturan Allah SWT tentunya harus secara keseluruhan, sebagaimana firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
[البقرة/208]
“Wahai orang-orang yang diberiman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan tidakbolehlah kalian mengikuti jejak-jejak syaithan lantaran sesungguhnya syaithan yaitu musuh besar bagi kalian.” [Al-Baqarah : 208]
Sesudah tiruana ummat muslim menjalankan perintah-Nya, maka Allah SWT sudah berjanji dalam Al-Qur’an:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْالَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ [الأعراف/96]
“Kalau seandainya penduduk-penduduk negeri tersebut mau diberiman dan bertaqwa kepada Allah maka niscaya Kami akan bukakan untuk mereka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi”.(QS. Al-A’raf:96).
Semoga bermanfaa…
Baca juga Artikel Bermanfaat lain:
Tag :
Tentang Hukum
0 Komentar untuk "Hukum Mati Berdasarkan Agama Islam Dan Uud"