Makalah Perbedaan Fiil Lazim Dan Fiil Mutaadi Dan Isim Jamid Dan Mustaq


الأفعال اللازمة و المتعدية واسماء الجامدة و المشتقة

Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sharaf 1
Dosen Pengampu: Drs. Ahmad Hasymi Hashona, M. A
 


Disusun Oleh:
Muhammad Fadholi             (113211061)
Wachid Sobirin                     (113211078)
Fatchul Amar                        (113211081)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI WALISONGO
SEMARANG
2012


I.     PENDAHULUAN
Bahasa Arab ialah bahasa Al-Qur’an dan hadis. Umat islam tidak sanggup menggali, memahami dan mempelajari aliran agama Islam yang terdapat pada al-Quran dan hadis tanpa mempunyai kemampuan menggali, memahami dan menguasai bahasa Arab dengan baik. Dalam upaya berbagi wawasan berbahasa Arab, amat dibutuhkan adanya sebuah kajian kebahasaan. Kemampuan menguasai bahasa Arab ialah kunci dan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap orang yang hendak mengkaji aliran Islam secara luas dan mendalam.
Ilmu sharaf ialah salah satu dari beberapa ilmu yang dipakai dalam mempelajari  bahasa arab,  dalam  ilmu  sharaf terdapat  banyak  pertolongan  bab, salah
satunya  الأفعال اللازمة و المتعدية واسماء الجامدة و المشتقة dan kami mencoba menguraikan sedikit apa saja yang terkandung di dalamnya.

II.     RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimanakah klarifikasi tentang  الأفعال اللازمة والمتعدية ?
B.     Bagaimanakah klarifikasi perihal  الأسماء الجامدة والمشتقة ?

III.     PEMBAHASAN
A.   الأفعال اللازمة و المتعدية
Fi’il dibagi menjadi dua yaitu: Fi’il Lazim dan Fi’il Mutaadi.
a.     الأفعال اللازمة
Kata اللازمة dilihat dari segi Lugowiyah ialah yang perlu sekali tak sanggup dihindari.[1]
Dan jikalau ditinjau dari segi Istilahiyah berdasarkan Muhammad Bakr Isma’il adalah:
اللَازِمُ : هُوَ مَا يَكْتَفِي بِفَاعِلِهِ وَلَا يَحْتَاجُ إِلَي مَفْعُوْلٍ بِهِ.[2]
Fi’il lazim ialah fi’il yang tercukupi dengan adanya fa’il dan tidak butuh maf’ul bih. Dalam redaksi lain Fi’il lazim ialah fi’il yang tidak sanggup hingga kepada maf’ulnya kecuali dengan menolongan karakter jer [3]. Atau bisa dikatakan bahwa fi’il lazim ialah fi’il yang spesialuntuk bisa berzakat hingga fa’il saja. Contoh: قَامَ زَيْدٌ
v  Ciri-ciri dari fi’il lazim:
1.      Fi’il yang mengambarkan arti karakter/watak dan pembawaan, yaitu arti yang berada pada fa’il dan menempel dalam dirinya.
Seperti lafadz; شَجُعَ (pemberani) جَبُنَ (penakut) حَسُنَ (tampan) قَبُحَ ( buruk ).
misal :  حسُنَ عَلِيٌّ,(Ali tampan)  شجُعَ الطَالِبُ  (anakdidik pemberani).
2.      Fi’il yang mengambarkan arti bentuk, menyerupai lafadz ; طَالَ (panjang) قَصُرَ (pendek). misal: طَالَ السبورةُ (papan tulis panjang)
3.      Fi’il yang mengambarkan arti membersihkan, menyerupai lafadz; طَهُرَ (suci) نَظُفَ (membersihkan).
misal: نَظُفَ الفصلُ,(kelas membersihkan) طهُرَ الطِفلُ  (bayi suci).
4.      Fi’il yang mengambarkan arti kotor, menyerupai lafadz; وَسِخَ (kotor) دَنَسَ (kotor).
misal: وسِخَ المكَانُ (tempat kotor).
5.     Fi’il yang mengambarkan arti sesuatu yang gres hadir tidak menetap dan bukan gerakan, menyerupai lafadz; مَرِضَ (sakit) كَسِلَ (malas) نَشِطَ (giat)  فرح (senang) حزن  (susah) شبع (kenyang). Jika sesuatu tadi hal yang bergerak, maka bisa Lazim,seperti lafad; مشى (berjalan), dan bisa muta’addy, menyerupai lafadz; مدّ (memanjangkan). misal : مَرِضَ زَيْدٌ (Zaid sakit) نشِطَ التلميذُ (anakdidik cerdas).
6.      Fi’il yang mengambarkan arti warna, menyerupai lafadz; اَحْمَرُ (merah) اَسْوَدُ (hitam).
misal :  اَسْوَدَ الَيْلُ(malam sudah menghitam) اَحْمَرَ زَهْرَةٌ (bunga sudah memerah)
7.      Fi’il yang mengambarkan arti cacat, menyerupai lafadz عَمِشَ (rabun) عَوِرَ (bermata satu). misal : عَمِشَ اَحْمَدٌ (bermakna Ahmad rabun).
8.      Fi’il yang mengambarkan arti perhiasan, yaitu sifat yang telihat atau tidak, menyerupai lafadz; نَحِلَ (lebar dan anggun matanya) كَحَلَ (celak). misal :    نَحِلَ زَيْنَبٌ (bermakna Zainab lebar dan anggun matanya).
9.      Fi’il yang mengambarkan arti muthowa’ah terhadap fi’il yang muta’addi terhadap satu maf’ul, menyerupai lafadz; اِمْتَدَّ (menjadi panjang). Muthowa’ah ialah fa’il mendapatkan akhir dari pekerjaan fi’il muta’addi.
misal : جمَّعَ زيدٌ الاِبِلَ فَجْتَمَعَ الاِبِلُ (bermakna zaid mengumpulkan onta maka onta menjadi kumpul).
10.  Fi’il yang mengikuti wazan فَعُلَ ,seperti lafadz:  حَسُنَ (tampan),
misal: حسُنَ بَكْرٌ (bermakna Bakr tampan)
11.  Fi’il yang mengikuti wazan اِنْفَعَلَ menyerupai lafadz: اِنْكَسَرَ (pecah). misal:اِنْكَسَرَمِرْأَةٌ  (bermakna beling menjadi pecah).
12.  Fi’il yang mengikuti wazan اِفْعَلَّ, menyerupai lafadz:  اِغْبَرَّ (keruh).
misal : اِغْبَرَّ المَاءُ (bermakna air menjadi sangat keruh).
13.  Fi’il yang mengikuti wazan اِفْعَالَّ, menyerupai lafadzاِسْفَارَّ  (sangat kuning). misal:اِسْفَارَّالسَّمَاءُ   (bermakna langit itu sudah kuning sekali).
14.  Fi’il yang mengikuti wazan اِفْعلَلَّ , menyerupai lafadz; اِقشَعَرَّ  (mengkerut) contoh: اِقشَعَرَّ الجِلْدُ  (bermakna sudah mengkerut sekali kulitnmya)
15.  Fi’il yang mengikuti wazan اِفْعَنْلَلَ , menyerupai lafadz; اِقْعَنْسَسَ (terbelakang), misal:اِقْعَنْسَسَ اْلرَّجُلُ  (bermakna orang pria bodoh [degeg])[4]

b.    الأفعال المتعدّية
Kata المتعدّية bersal dari kata  تعدّي jika dilihat dari segi Lugowiyah ialah melampaui batas.[5]
Dan jikalau ditinjau dari segi Istilahiyah berdasarkan Muhammad Bakr Isma’il adalah:
الفِعْلُ المُتَعَدِي: هُوَ الَّذِي لَايَكْتَفِي بِفَاعِلِهِ, بَلْ يَحْتَاجُ إِلَي مَفْعُوْلِ بِهِ أَوْ أَكْثَرَ.[6]
Fi’il mutaadi ialah fi’il yang tidak cukup dengan fa’ilnya, tetapi butuh maf’ul bih atau lebih. Atau Fi’il muta’adi ialah fi’il yang hingga kepada maf’ulnya tanpa karakter jer.[7] Dalam redaksi lain dikatakan bahwa fi’il muta’adi ialah fi’il yang mempunyai maf’ul bih. misal lafadz ضَرَبَ زَيْدٌ عَمْرًا.

v  Pembagian fi’il muta'addi:
1.    Fiil yang mempunyai satu maf’ul bih, menyerupai : أَكَلَ، فَتَحَ، زَرَعَ، رَكَبَ
misal : زَرَعَ الفلاَحُ القَصَبَ dan           فَتَحَ عَلِيٌّ البَاب
2.    Fiil yang mempunyai dua maf’ul bih, terbagi dalam 2 macam:
a.    Kedua maf’ulnya bukan berasal dari mubtada’ dan khobar , menyerupai : أَعْطَى (memdiberi), سَأَلَ (bertanya), كَسَا (memdiberi). [8]
misal :  أعْطَيْتُ السَائِلَ  الخُبْزَ 
b.    Kedua maf’ulnya berasal dari mubtada’ dan khobar, terdiri dari 3 fi’il, yaitu:
1)    افعال الظنّ, seperti:     ظنّ، خَالَ، حَسِبَ،جَعَلَ، زَعَمَ (بمعنى ظنّ)
misal: ظَنَنْتُ زيدًا مُنْطَلِقًا
2)    افعال اليقين, seperti: رَأَى، عَلِمَ، وَجَدَ، أَلْفَى، تَعَلّمَ (بمعنى أَعْلَمَ )
misal: وجدتُ زينبَ ذاهبةً
3)    افعال التحويل, seperti: صَيَّرَ، حَوَّلَ، رَدَّ، اِتَّخَذَ
misal:  صيَّرْتُ الْعَدُوَّ صديقًا[9]
c.    Fi’il yang mempunyai tiga maf’ul bih, yang mana maf’ul kedua dan ketiganya berasal dari mubtada’ dan khobar yang terdiri dari tujuh fi’il, yaitu : أَعْلَمَ، أَرَى، أَنْبَأَ، حَدَّثَ، نَبَّأَ، خَبَّرَ، أَخْبَرَ   [10]
misal: أَعْلَمْتُ عليًّا الخبرَصحيحًا

c.      Teknik Merubah Fi’il Lazim Menjadi Fi’il Muta’addi
1.    melaluiataubersamaini menambahkan hamzah (أ) di depan kata sehingga membentuk pola أَفْعَل , menyerupai :
خَرَجَ  : keluar ;menjadi    أَخْرَجَ : mengeluarkan.
حَسُنَ  : benar ; menjadi  أَحْسَنَ : membenarkan
misal:اَخْرَخَ احمدُ القلمَ   (Ahmad mengeluarkan pensil)
أَحْسَنَ عَائِشَةُ الاِجَابَةَ  (Aisah membenarkan jawabanan)
2.    melaluiataubersamaini mentasdidkan ‘ain fi’ilnya menjadi فَعَّلَ, menyerupai :
خَرَجَ  : keluar ;menjadi   خَرَّجَ : mengeluarkan.
حَسُنَ  : benar ;menjadi حَسَّنَ  : membenarkan.[11]
misal:  خَرَّجْتُ الكِتَابَ(aku mengeluarkan kitab)
 حَسَّنْتَ الكِتَابَةَ (engkau membenarkan tulisan)
3.    melaluiataubersamaini menambahkan karakter jer pada objeknya,[12]
misal:   جِئْتُ بِحَسَنٍ  (aku keluar bersama Hasan)

B.   الأسماء الجامدة و المشتقة
Isim dibagi menjadi dua potongan yaitu: isim Jamid dan isim Mustaq
a.     اسماء الجامدة
Kata الجامد dalam Kamus al-Bisri karangan Adib Bisri dan Munawir A. Fatah  berarti:  yang membeku.[13]
Dan jikalau ditinjau dari segi Istilahiyah berdasarkan Musthofa al-Ghalainy  adalah:
فالجَامِدُ: هُوَ مَا لَمْ يُؤْخَدْ مِنْ غَيْرِهِ ,وَهُوَ إِمَّا أَنْ يَكُوْنَ اسْمُ ذَاتٍ ,وَإِمَّا أَنْ يَكُوْنَ اسْمُ المعْنَى. وَاسْمُ ذَاتِ: هُوَ مَا يُدْرَكُ بِالحَوَاسِ, سَوَاءٌ كَانَ عَلَمًا اَمْ جِنْسًا لإِنْسَانٍ آَوْ حَيَوَانٍ أو نَبَاتٍ أو جَمَادٍ. واسْمُ الَمعْنَي : هَوَ مَا يَدُلَّ عَلَي شَيءٍ يُدْرَكُ بِالعَقْلِ, كالحُبِّ, والبَغْض, والفَهْمِ, والعَدْلِ, والظلم, ونحوها من الأسماءِ.[14]
Isim jamid ialah isim yang tidak diambil dari kalimah lain, ada kalanya berupa isim dzat dan isim ma’ana. Isim dzat ialah isim yang sanggup diketahui dengan panca indra, menyerupai alam, jenis-jenis insan dan hewan, tumbuhan atau bebatuan. Dan isim ma’na ialah isim yang mengatakan sesuatu yang sanggup diketahui dengan Akal, menyerupai lafad  الحب, والبغض, والفهم, والعدل, والظلم dan lainya.

b.    الأسماء المشتقة
Kata المشتقة jika dilihat dari segi Lugowiyah berarti yang dikeluarkan.
Dan jikalau dilihat dari Istilahiyah berdasarkan Musthofa al-Ghalainy ialah:
والمشْتَقُّ هُوَ مَادَلَ عَلَي  ذَاتٍ وَصِفَةٍ, وكَانَ مَأْخُوْذًا مِنْ غَيْرِهِ, كعَالِمِ ,وفَاهِمٍ, ومَعْلُوْمٍ ,وَمَفْهُوْمٍ, ونحو ذلك من المشتقات الاتي ذكرها.[15]
Isim mustaq ialah isim yang mengambarkan dzat dan sifat, dan isim ini diambil dari kalimah lain, seperti عالم ,وفاهم, ومعلوم ,ومفهوم  dan sebagainya.
الاشْتقاق : أخذُ كلمةٍ منْ أخرَى معَ تناسُبِ بينَهما فِى المعنَى وتغييرِ فى اللّفظِ[16]
Isytiqaq ialah pengambilan suatu kalimah dari kalimah lain yang masih terdapat kesesuaian dalam makna, namun tidak sama dalam lafadz.
Isim mustaq ada tujuh, yaitu:
1.      Isim Fa’il (فَاعِل اِسْم)
Adalah isim yang keluar dari masdar bina’ ma’lum. Dalam tsulasi mujarrad diikutkan wazan فَاعِلٌ. Berbeda jikalau ghairu tsulasi mujarrad, isim fail terbuat dengan menempatkan karakter mim berharakat dlummah sebagai ganti dari karakter mudlara’ah dan dikasrahnya huruf sebelum ahir sebagai alamat isim fa’il. misal مُفْتَعِلٌ dari mudlari’ يَفْتَعِلُ
2.      Isim Maf’ul (مَفْعُوْل اِسْم)
Adalah isim yang keluar dari masdar bina’ majhul. Dalam tsulasi mujarrad diikutkan wazan مَفْعُوْل. Untuk selain tsulasi mujarrad cara pembuatannya sama dengan isim fa’il, spesialuntuk saja dalam isim maf’ul, karakter sebelum ahir dibaca fathah. misal مُفْتَعَلٌ dari mudlari’ يَفْتَعِلُ
3.      Sifat Musabbahah (مُشَبَّهَة صِفَة)
Adalah isim yang terbentuk dari masdar lazim untuk mengambarkan suatu hal yang tetap. Umumnya isim ini terbentuk dari potongan keempat dan kelima dari fi’il tsulasi mujarrad. misal, حَسَنٌ dan عَطْشَانٌ. Isim ini mempunyai daerah dan wazan-wazan tersendiri.
4.      Isim Tafdhil (اِسْم التَفْضِيْل )
Adalah isim yang terbentuk dari masdar untuk mengatakan bahwa terdapat
dua hal yang bersekutu dalam satu sifat, dan melebihkan satu dari yang lain. Isim ini diqiyaskan pada wazan أَفْعَل. contoh, زيدٌ أَكْرَمُ منْ عمرٍو
5.      Isim Zaman (اِسْم الزَمَان  )
Adalah isim yang terbentuk dari masdar untuk mengatakan waktu hadirnya suatu pekerjaan. Untuk tsulasi mujarrad, terdapat dua wazan untuk isim ini, yaitu مَفْعَلٌ (jika ‘ain fi’ilnya fi’il mudlari’ berharakat fathah dan dlummah) dan مَفْعِلٌ (jika ‘ain fi’ilnya fi’il mudlari’ berharakat kasrah). Sedangkan untuk ghairu tsulasi mujarrad, wazan sama dengan bentuk isim maf’ulnya.

6.      Isim Makan (اِسْم المَكَان )
Adalah isim yang terbentuk dari masdar untuk mengatakan daerah di mana suatu pekerjaan terjadi. Pembuatan isim ini sama persis dengan isim zaman.
7.      Isim Alat (الآلَة اِسْم)
Adalah isim yang terbentuk dari masdar untuk mengatakan perantara/alat suatu pekerjaan. Dalam tsulasi mujarrad ikut wazan مِفْعَلٌ, مِفْعَالٌ ,مِفْعَلةٌ . Sedangkan selain tsulasi mujarrad tidak terdapat isim alat.[17]

IV.     PENUTUP
Fi’il lazim ialah isim yang cukup dengan fa’ilnya dan tidak butuh maf’ul bih, fi’il mutaadi ialah fi’il yang tidak cukup dengan fa’ilnya tetapi butuh maf’ul bih atau lebih. Terdapat tiga cara merubah fi’il lazim menjadi muta’adi, yakni dengan ziyadah hamzah, tadl’if, dan karakter  jer.
Isim jamid ialah isim yang tidak diambil dari kalimah lain, ada kalanya berupa isim dzat dan isim ma’ana, sedangkan isim mustaq ialah yang diambil dari kalimah lain. Isim musytaq terbagi menjadi tujuh, yaitu, isim fa’il, isim maf’ul, isim musyabihat, isim tafdhil, isim zaman, isim makan, dan isim alat.
Demikialah makalah yang kami susun, kurang lebihnya kami minta maaf, kami merasa bahwa di dalam makalah ini masih banyak terdapat belum sempurnanya, maka kami pemakalah berharap Koreksi dan masukan yang membangun dan bermanfaa, semoga mewujudkan makalah yang lebih baik dan sempurna. Besar impian kami semoga makalah yang singkat ini sanggup bermanfaa bagi pembaca dan pemakalah sendiri.


DAFTAR PUSTAKA
Al Hamalawi, Ahmad. Syadz Al Arf fi Fann Al Sharfi. Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1991.

Al-Ghalainy, Musthofa. Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah jilid 1. Beirut: Maktabatul ‘Ashriyah, 1984.

Amin, Musthofa. Nahwu Wadlih Fi Qawa’id Al Lughah Al ‘Arabiyah jilid 3, Ponorogo: Gontor Press, 2009.

Bahaud bin Abdullah ibnu Aqil, Alfiyyah syarah Ibnu ‘Aqil, terjm. Bahrun Abu Bakar. Bandung: Sinar gres Algesindo, 2009.

Bisri, Adib dan Fatah, Munawir A.,  Kamus Al-Bisri, Surabaya: Pustaka Progresif, 1999.
Isma’il, Muhammad Bakr. Qawa’id al sharfi bi ushlub Al Ashri. Kairo: Dar Al Manar, 2000.

Nikmah, Fuadun. Qowa’idul Lughatul ‘Arabiyah jilid 2. Beirut: Darul Hikmah, 787 H.

Sukamto, Imaduddin. Tata Bahasa Arab Sistematis. Yogyakarta:  2000.



[1] Adib Bisri dan Munawir A. Fatah, Kamus Al-Bisri, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1999), hlm. 658
[2] Muhammad Bakr Isma’il, Qawa’id Al sharfi bi ushlub Al Ashri, (Kairo: Dar Al Manar, 2000), hlm. 50
[3] Bahaud bin Abdullah ibnu Aqil, Alfiyyah syarah Ibnu ‘Aqil, terj. Bahrun Abu Bakar, (Bandung: Sinar gres Algesindo, 2009), hlm. 351
[4] Musthofa al-Ghalainy, Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah jilid 1, (Beirut: Maktabatul ‘Ashriyah, 1984), hlm. 44-45
[5] Adib Bisri dan Munawir A. Fatah, Kamus Al-Bisri, hlm. 485
[6] Muhammad Bakr Isma’il, Qawa’id Al sharfi bi ushlub Al Ashri, hlm. 50
[7] Bahaud bin Abdullah ibnu Aqil, Alfiyyah syarah Ibnu ‘Aqil, terj. Bahrun Abu Bakar,  hlm. 351
[8] Musthofa Amin, Nahwu Wadlih Fi Qawa’id Al Lughoh Al ‘Arobiyah, (Ponorogo, Gontor Press, Agustus 2009), jil.3, hlm. 68-73.
[9] Fuadun Nikmah, Qawa’id Al Lughoh Al ‘Arabiyah jilid 2, (Beirut: Darul Hikmah, 787 H.), hlm. 78.
[10] Musthofa al-Ghalainy, Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah, (Darul Hadis), hlm. 37
[11] Imaduddin Sukamto, Tata Bahasa Arab Sistematis, (Yogyakarta: 2000), hlm. 33-34.
[12] Musthofa al-Ghalainy, Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah, hlm. 39
[13] Adib Bisri dan Munawir A. Fatah, Kamus Al-Bisri, hlm. 82
[14] Musthofa al-Ghalainy, Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah, hlm. 61
[15] Musthofa al-Ghalainy, Jami’ Al Durus Al ‘Arabiyyah, hlm. 62
[16] Ahmad Al Hamalawi, Syadz Al Arf fi Fann Al Sharfi, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1991), hlm., 89
[17] Ahmad Al Hamalawi, Syadz Al Arf fi Fann Al Sharfi, hlm. 96-111

0 Komentar untuk "Makalah Perbedaan Fiil Lazim Dan Fiil Mutaadi Dan Isim Jamid Dan Mustaq"

Back To Top